Minggu, 24 November 2013

Uraian Singkat Soal Balaghah dan Contohnya

Muhammad Rifa’I (XI D)[1]

Al-Qur’an merupakan salah satu di antara 104 kitab samawi yang diturunkan oleh Allah Ta’ala ke muka bumi. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai mu’jizat yang tak ada seorang pun yang dapat menandinginya dari segi apapun. Definisi al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai mu’jizat yang dapat mengalahkan hujjah musuh walau hanya dengan satu surat. Sebagian ulama’ menambahkan definisi di atas dengan ‘sesuatu yang ketika dibaca akan diangggap sebagai ibadah’. Membaca saja sudah menjadi ibadah, apalagi dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya, lebih-lebih dapat mengamalkan ajaran-ajarannya.
Bukan hal yang mudah memang, memahami makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Allah berfirman dalam surat Ali Imron ayat 7 bahwa ayat al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ayat muhkamat (ayat yang sudah jelas maknanya dan tidak butuh ta’wil). Kedua, ayat mutasyabihat (ayat yang belum jelas maknanya dan butuh ta’wil). Memahami ayat mutasyabihat membutuhkan ta’wil (memilih dua kemungkinan makna hakiki atau majazi tanpa memastikan dan bersaksi di hadapan Allah). Syeh Ibrahim al-Laqoni dalam karangannya yaitu Jauhar Tauhid yang berbunyi:
وكل نص اوهم التشبيها : اوله او فوض ورم تنزيها
“Setiap ada dalil nash (al-Qur’an dan Hadits) yang mempunyai makna yang samar maka ta’wililah  (menurut ulama’ kholaf) atau pasrahkan kepada Allah dan sucikan Dia dari sifat-sifat yang tak pantas bagi-Nya (menurut ulama’ salaf).”
 Memaknai ayat al-Qur’an juga tidak cukup dengan kontekstualnya saja, namun perlu juga diimbangi dengan berbagai fan ilmu seperti ilmu nahwu, sharaf, tafsir, balaghah, dan lainnya. Jika hendak mengungkap mutiara-mutiara yang terkandung di dalamnya maka harus meguasai kaidah-kaidah ilmu balaghah (sastra Arab). Ilmu Balaghah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk dapat berbicara dengan tepat dengan kata-kata yang indah dan disertai kefasihan serta penyampaian untuk menerankan makna yang diinginkan secara sempurna.
Ilmu Balaghah dibagi menjadi tiga fan. Pertama, Ilmu Ma’ani adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara bagaimana agar tidak terjadi salah bicara. Kedua, Ilmu Bayan adalah Ilmu yang mempelajari tentang tata cara mamaknai kata agar mudah difaham. Ketiga, Ilmu Badi’ adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara memperindah pembicaraan.
Memang bukan hal yang mudah menerapkan ilmu Balaghah dalam memaknai ayat al-Qur’an. Perlu keahlian yang khusus dalam bidang sastra Arab. Sebagai contoh penerapan ilmu Balaghah dalam memaknai ayat al-Qur’an dalam surat al-Ahzab ayat 21:
لقد كان لكم في رسول الله اسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا
Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat ) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.
Ayat di atas jika ditelusuri dari sisi mutiara-mutiara makna yang terkandung dengan menggunakan ilmu balaghah antara lain yaitu:
1.       Ayat  di atas mengandung empat taukid (penguat) yaitu lam ibtida’, huruf qod, kana, dan jumlah ismiyyah seperti penjelasan as-Syeh Abdurrahman al-Ahdlori dalam kitabnya Jauhar Maknun yang berbunyi:
بقسم قد ان لام الابتدا : ونوني التوكيد واسم اكدا
Bait di atas menjelaskan bahwa penerapan adat taukid di dalam kalam mutsbat adalah dengan memasang qosam (sumpah), qod, inna, lam ibtida’, nun taukid khofifah maupun tsaqilah, dan bentuk jumlah ismiyyah. Dapat diambil kesimpulan bahwa sungguh memang benar-benar Rasulullah adalah sang suri tauladan yang patut  kita contoh.
2.       Pendahuluan khobar ( في رسول الله ) atas mubtada’nya (اسوة حسنة). Menurut prespektif ilmu balaghah pendahuluan khobar atas mubtada’nya mempunyai faidah takhsis (mengkhususkan). Maka hanya Rasulullah-lah yang patut kita jadikan suri tauladan. Baik dari segi perkataan, perbuatan, maupun tingkah laku.
3.       Lafadz ( اسوة ) yang berbentuk isim nakiroh berfaidah (التعظيم والكمال) yang berarti bahwa sifat kesuritauladanan Rasulullah sangat mulia dan sangat sempurna.
4.       Dalam kalimat (في رسول الله اسوة حسنة) yang berbentuk jumlah ismiyyah mempunyai faedah (الثبوت والدوام). Artinya sifat suri tauladan yang ada dalam diri Rasulullah bersifat tetap dan kekal.
Masih banyak lagi keindahan-keindahan makna yang terkandung di dalam al-Qur’an. Jika ada kemauan, tekad yang kuat serta diiringi doa pastilah bisa mengungkap mutiara-mutiara al-Qur’an sehingga dapat mempertebal keimanan dan meningkatkan ketakwaan kepada Sang Peguasa alam semesta.


[1] Tulisan ini dimuat di majalah tahunan “EL_QUDSY” edisi 20/2012, diterbitkan oleh Persatuan Pelajar Qudsiyyah (PPQ)

Tidak ada komentar: