Menjelang tahun ajaran baru, orang tua memiliki kesibukan tambahan. Yang
biasanya hanya sibuk dengan masalah pekerjaan kantor, pertokoan, dan
sebagainya, kini akan meluangkan waktu guna memberi perhatian khusus
kepada anaknya soal pendidikan. Mulai dari membelikan peralatan sekolah,
seragam, bahkan mencarikan sekolah baru.
Tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengatakan, pendidikan
adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani
anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang
selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Pendidikan itu sangat penting. Tanpa pendidikan, manusia seperti
layaknya hewan. Karena hanya mengetahui hukum-hukum alam saja seperti
makan, minum, dan tidur. Maka dari itu, setiap warga negara Indonesia
berhak memperoleh pendidikan yang layak sebagaimana tertuang pada
Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam Islam, pendidikan bukan sekadar hak, tapi suatu kewajiban. Hadits
Nabi:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Mencari ilmu itu wajib bagi seluruh muslim. (Sunan Ibni Majah, I, 260)
Yang dimaksud dalam lafadz “muslim” bukan hanya orang Islam lelaki saja,
melainkan mencakup seluruh orang mukallaf, baik laki-laki maupun
perempuan. (Hasyiyatus Sanadiy ‘Ala Ibni Majah, I, 208)
Lalu bagaimana soal pembiayaan, khususnya oleh anak-anak?
Biaya untuk menopang kehidupan anak disebut dengan ‘nafkah’. Sedangkan
perbuatan mengeluarkan dan menyerahkan nafkah kepada yang berhak disebut
dengan ‘infaq’. (I’anatuth Thalibin, IV, 60)
Sedangkan sebab-sebab kewajiban memberikan nafkah bagi seseorang itu ada
tiga. Pertama, karena pernikahan, yaitu nafkah sorang suami kepada
istri. Kedua, karena kepemilikan, yaitu seperti budak dan hewan
peliharaan. Dan yang ketiga, karena hubungan kekerabatan. Kekerabatan
yang dimaksud di sini adalah orang tua atau anak, tidak yang lainnya
seperti saudara, paman, dan bibi. (Mughnil Muhtaj, XIV, 458; Hasyiyah
Qolyubi Wa ‘Umairoh, XIII, 463)
Sementara definisi anak sendiri memiliki banyak arti yang beragam. Jika
dalam pembahasan di sini, anak adalah generasi kedua (anak) dan juga
generasi-generasi berikutnya (cucu dan seterusnya). (al-Umm, V, 100)
Nafkah meliputi segala sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidup
anak. Seperti makan minum, pakaian, pengobatan, termasuk juga
pendidikan. Sebenarnya, untuk nafkah pendidikan anak itu bisa diambilkan
dari harta si anak, jika anak itu memiliki kekayaan. Tetapi jika tidak
punya, maka ditanggungkan kepada orang yang terbeban menafkahinya, yaitu
orang tua. Orang tua diwajibkan menjamin pendidikan anaknya sampai anak
itu baligh sebagaimana orang tua wajib menafkahinya sampai ia aqil
baligh. Jika dalam hubungan suami istri, maka ayahlah yang wajib
menafkahi anak. Dan jika si anak tidak memiliki seseorang pun untuk
menafkahinya, maka nafkahnya dikembalikan bagi orang yang berkenan
memberi nafkah kepadanya. (Hasyiyah Bujairomy ‘Alal Khatib, XI, 430;
al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, I, 26; Asnal Mathalib Syarh Roudlit
Thalib, XII, 126)
Orang tua berkewajiban untuk menafkahi anak jika memenuhi salah satu
dari tiga kriteria. Pertama, anak masih kecil disertai dengan fakir.
Jadi, jika si anak sudah baligh dan sudah memiliki pekerjaan, maka orang
tua tidak wajib menafkahinya. Jika si anak tidak bekerja dikarenakan si
anak sibuk mencari ilmu, serta si anak pun dimungkinkan membuahkan
hasil dalam mencari ilmunya maka orang tua masih berkewajiban untuk
menafkahinya. Dua, lumpuh yang disertai dengan fakir. Dan yang ketiga,
gila yang disertai fakir. Untuk kriteria yang dan ketiga ini disebabkan
karena mereka tidak mampu mencari nafkah sendiri. (Hasyiyah Bujayromy
‘Alal Khotib, XI, 350 dan 352)
Dalam hal ini, al-Qur’an menandaskan:
وَعلَى المولود لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara
ma'ruf. (QS. Al-Baqarah, 233)
Dan ternyata, dari ayat tersebut, orang tua yang mendapat beban nafkah
adalah sang ayah. Karena anak itu sebenarnya adalah milik ayah.
Buktinya, anak itu dinasabkan pada ayah, bukan pada ibu. (Tafsir
al-Khozin, I, 239)
Nah, sekarang pendidikan apa sajakah yang wajib diberikan orang tua
kepada anaknya?
Pendidikan yang harus diberikan orang tua kepada anaknya adalah semua
yang nantinya akan menjadi bekal kehidupan ketika anak itu menginjak
baligh, yaitu dalam bab bersuci, sholat, puasa, dan sebagainya, yang
merupakan taklif. Serta memberikan pengetahuan tentang haramnya
melakukan perbuatan yang haram seperti perbuatan zina, mencuri,
berbohong, dan lain sebagainya. Orang tua juga harus memberikan
pengetahuan kepada si anak bahwa baligh merupakan fase mulai berlakunya
hukum taklif. (al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab, I, 26)
Intinya, semua yang akan diamalkan itu wajib diketahui ilmunya.
Contohnya jika akan melakukan transaksi jual-beli maka hukumnya wajib
mempelajari fiqh bab Muamalah, atau jika sudah berhubungan suami-istri
maka wajib mengetahui seputar hukum-hukum yang bersangkutan, ketika kita
akan menunaikan ibadah haji, kita wajib mengetahui ilmu tentang ibadah
haji, dll. (at-Taisir Bi Syarhil Jami’is Shaghir Lil Munawi, I, 329)
Kewajibnya memberikan pendidikan kepada anak yang masih belum baligh
juga tersebut pada al-Qur’an:
يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka. (QS. at-Tahrim, 6)
Mengenai makna dari ayat ini, Sayyidina Ali, Mujahid, dan Qatadah
berpendapat sama, yaitu memaknainya cukup dengan makna dlahir saja.
Artinya kita disuruh untuk mengajarkan apapun yang dapat menyelamatkan
diri kita sendiri dan keluarga dari api neraka. (al-Majmu’ Syarh
Muhadzdzab, I, 26). Wallahu A’lam. [eLFa]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar